Lompat ke isi utama

Berita

Kajian Hukum, Penguatan dalam Penanganan Tindak Pidana Pemilu dan Pilkada

Kajian Hukum, Penguatan dalam Penanganan Tindak Pidana Pemilu dan Pilkada

Diskusi rutin Ncang Waslu (Bincang Pengawas Pemilu) adalah diskusi rutin yang ditunggu-tunggu oleh para Sahabat Bawaslu, dimana penyelenggara dari diskusi ini adalah Bawaslu DKI Jakarta. Acara ini dilaksanakan disetiap minggunya di hari Selasa pukul 09.00 WIB. Pada diskusi kali ini mengangkat suatu tema yang menarik, yaitu “Kajian Hukum, Penguatan dalam Penanganan Tindak Pidana Pemilu dan Pilkada”.


Anggota Bawaslu RI, Ibu Ratna Dewi Pettalolo, dalam pemaparannya mengatakan bahwa dalam melakukan kajian hukum tentu tidak terlepas dari peristiwa yang dilaporkan. Jadi ketika kita mempelajari sebuah kasus baik itu temuan maupun laporan, tentu tidak terlepas dari peristiwa apa yang dilaporkan atau peristiwa apa yang ditemukan.

Peristiwa ini harus dipahami, apakah peristiwa yang dilaporkan adalah peristiwa hukum atau peristiwa biasa. Misalnya pemberian uang pada tahap pemilu atau tahapan pilkada bisa secara serat merta dapat dikatakan sebagai bentuk politik uang. Harus dipelajari apakah peristiwa itu adalah peristiwa hukum pemilihan atau peristiwa biasa. Hal itu tergantung pada siapa yang melakukannya atau subyek yang melakukannya, karena ini akan mempunyai kaitan erat dalam norma undang-undang.


Terdapat sejumlah karakter khusus dalam hukum pidana pemilu, yaitu dari segi hukum materil yang digunakan, tindak pidana pemilu diatur secara khusus dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Contoh kasus tindak pidana pada pemilu 2019, salah satu caleg yaitu Mandala Abadi Shoji yang diproses oleh Bawaslu Kota Administrasi Jakarta Selatan dalam Sentra Gakkumdu. Kasus ini berawal saat caleg tersebut bersama tim suksesnya melakukan tatap muka dengan warga di Pasar Kaget Kelurahan Rawajati Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan.

Anggota tim kampanye membagikan kupon berhadiah umroh yang bergambar foto Mandala Abadi Shoji kepada peserta kampanye (masyarakat). Yang menjadi acuan dasar untuk menilai sebuah peristiwa adalah norma atau aturan. Maka kajian-kajian hukum harus didasarkan pada hukum yang menjadi payung, hukum yang mengatur tahapan pemilihan itu.


Mandala Abadi Shoji divonis bersalah melakukan tindak pidana pemilihan umum sesuai dengan Pasal 523 ayat 1 juncto Pasal 280 ayat 1 huruf j UU Pemilu juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kasus Mandala Abadi Shoji terkategori money politic dalam pelanggaran pemilu, menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye Pemilu.

Yang unik dari kasus Mandala Abadi Shoji di Rawajati ini adalah, pelanggaran ditemukan setelah beberapa minggu sebelumnya ada kajian pelanggaran yang sama dilakukan oleh Mandala Abadi Shoji di wilayah Jakarta Pusat. Tentu saja Sentra Gakkumdu memanggil para pihak (pelaku, saksi maupun korban) hadir dalam sidang klarifikasi, namun mengulang pelanggaran yang sama.


Masalah hukum pemilu dapat dikatakan kompleks. Di samping banyaknya kategori masalah, pelaksanaan penanganan masalah hukum pemilu juga melibatkan banyak lembaga atau institusi. Banyaknya jenis masalah serta banyaknya pihak yang terlibat menunjukkan begitu kompleknya masalah hukum pemilu, atau setidak-tidaknya masalah hukum pemilu didesain dengan demikian kompleks. Jangankan untuk melaksanakan, memahaminya pun butuh energi ekstra agar tidak salah paham yang berakibat fatal dalam pelaksanaannya. Pada gilirannnya, pelaksanaan penegakan hukum pidana pemilu pun menghadapi berbagai persoalan, baik karena aturannya yang tidak terlalu mendukung maupun karena faktor penegak dan budaya hukum.


Pengaturan dan penegakan hukum untuk tindak pidana pemilu memiliki kerumitan tertentu. Utamanya masalah pembuktian, profesionalitas penegak hukumnya, dan birokrasi penegakannya yang diatur dalam berbagai undang-undang terkait pemilu. Untuk apa sesungguhnya proses penyelenggaraan pemilu harus ditopang dengan instrumen hukum pidana pemilu? Hal apa yang melatari mengapa instrumen ini menjadi penting? Sebagai bagian dari sistem pengaturan penyelenggaraan pemilu, ketentuan tindak pidana pemilu pada dasarnya untuk menopang terwujudnya pemilu yang jujur dan adil.

Dalam konteks itu, arti penting pengaturan tindak pidana pemilu merupakan norma tindak pidana pemilu yang ditujukan untuk melindungi peserta pemilu, lembaga penyelenggara dan pemilih dari berbagai tindakan pelanggaran dan kejahatan pemilu yang merugikan.


Sehubungan dengan itu, tujuan atau arti penting pengaturan tindak pidana pemilu bahwa pemilu adalah sebuah kontestasi. Di mana semua pihak tentu akan melakukan langkah apa saja agar dapat memenangkan pemilu, termasuk melakukan pelanggaran. Pelanggaran tersebut dapat saja merugikan peserta pemilu lainnya, merugikan penyelenggara dan juga pemilu. Agar hak berbagai pihak berkepentingan dalam pemilu dapat terlindungi, maka hukum pidana dijadikan salah satu instrumen untuk memeliharanya.


Problem penegakan hukum pidana pemilu setidaknya dilihat dari masing-masing komponen dalam sistem hukum yang secara langsung berpengaruh terhadap penegakan hukum. Lawrence M. Friedman (2001:7) menilai, berhasil atau tidaknya hukum ditegakkan tergantung pada tiga komponen sistem hukum. Pertama, substansi hukum (legal substance). Substansi hukum adalah aturan, norma, dan pola prilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu.


Kedua, struktur hukum (legal structure) atau struktur sistem hukum. Friedman (2001:12) menyebutnya sebagai kerangka atau rangka atau bagian yang tetap bertahan atau bagian yang memberi semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan. Keberadaan struktur hukum sangat penting, karena betapapun bagusnya norma hukum, namun jika tidak ditopang aparat penegak hukum yang baik, penegakan hukum dan keadilan hanya sia-sia.


Ketiga, budaya hukum (legal culture). Kultur hukum adalah opini-opini, kepercayaan-kepercayaan (keyakinan-keyakinan), kebiasaan-kebisaaan, cara berfikir, dan cara bertindak, baik dari para penegak hukum maupun dari warga masyarakat tentang hukum dan berbagai fenomena yang berkaitan dengan hukum.
Dari 3 (tiga) indikator tersebut, efektifnya penegakan hukum pidana pemilu tidak dapat dilepaskan dari masalah yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan pemilu, khususnya terkait tindak pidana pemilu.


Dengan adanya UU Pemilu, permasalahan tindak pidana pemilu dapat terselesaikan. Walaupun masih membutuhkan banyak pembenahan agar dapat diterapkan dengan baik dan efektif untuk menjadi salah satu instrumen mewujudkan pemilu yang jujur dan adil. Setidaknya pengalaman dalam penanganan tindak pidana pemilu menjadi penguat dalam penegakan hukum pemilu di Indonesia, di masa yang akan datang.

Penulis: Kartini Kusuma Putri - Editor: Fathur