Lompat ke isi utama

Berita

Pengawasan "Khusus" Pilkada/Pemilu di Derah Khusus: Penggunaan Sistem Noken di Papua

Pengawasan "Khusus" Pilkada/Pemilu di Derah Khusus: Penggunaan Sistem Noken di Papua

16 September 2021, Bawaslu Jakarta selatan “berkunjung” ke wilayah paling timur Indonesia, yaitu Papua. Kegiatan rutin dua mingguan Diskusi Virtual CIPEDAK episode 07 mengangkat topik “Pengawasan Pilkada Sistem Noken di Papua” ini adalah topik yang menarik dan menjadi oase di tengah ke-ingintahuan kita lebih jauh tentang Papua dan pelaksanaan pilkada/pemilu di Papua.

Acara yang dibuka oleh Muchtar Taufiq, Ketua Bawaslu Jakarta Selatan ini menghadirkan narasumber Jamaluddin Lado Rua, SH., MH, Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Provinsi Papua, Dr. Ariyanto, SH., MH, dosen Fakultas Hukum Yapis Papua, dan Sali Imaduddin, ST, Ketua Bawaslu Jakarta Utara sebagai penanggap.

Wilayah Indonesia yang memiliki banyak keunikan wajar jika dalam pelaksanaan pemilu pun juga berbeda. Seperti keunikan Papua, tidak hanya dari alam, bahasa, seni dan budayanya saja, tetapi keunikan juga kita kenal dalam pemilu atau pilkada, yaitu penggunaan sistem Noken Yang diatur oleh Putusan MK Nomor 47-81/PHPU-A-VII/2009.

Sistem noken sebagai mekanisme pengambilan keputusan yang telah lama ada di masyarakat Papua, juga mengakomodasi alasan faktor geografis dan ketersebaran masyarakat di wilayah pegunungan yang terbatas akses informasi, komunikasi dan transportasi.

Terkuak realitas pelaksanaan Sistem Noken yang dipaparkan oleh Jamaluddin Lado Rua, SH., MH, antara lain tidak adanya kepastian hukum atau regulasi dalam pegaturan terkait penggunaan sistem noken, tidak jelas dokumen tentang identititas penduduk dan pemilih yang memenuhi syarat di kampung atau tempat pelaksanaan pemilihan, karena pemilihan dilaksanakan di tingkat distrik, Pelaksanaan Pemungutan suara sering terjadi konflik, bahkan sering terjadinya pertumpahan darah dan tidak sedikit persoalan dibawa ke MK.

Alasan ketiga ini yang paling mengemuka, sehingga pelaksanaan pemilu atau pilkada lebih meninggikan prinsip damai dan aman. Dan prinsip damai dan aman ini juga yang digunakan dalam pengawasan Pilkada atau pemilu yang berlangsung. “Yang terpenting penyelenggaraan pilkada/pemilu di Papua bisa berlangsung dengan aman dan damai” ujar Pak Jamal demikian sapaan akrabnya, yang hadir langsung di sekretariat Bawaslu Jakarta Selatan.

Dr. Ariyanto, SH., MH juga menuturkan bahwa yang harus diperhatikan di Papua ialah kewilayahan dan masyarakat adat yang sangat percaya dengan mekanisme pengambilan keputusan dan Kepala suku untuk menyalurkan suaranya. “Ini adalah simbol musyawarah tertinggi untuk penentuan pendapat di Papua, tanpa rahasia dan lebih mementingkan musyawarah untuk mufakat”, kata doctor yang telah banyak meneliti tentang system noken ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa system noken ini adalah wujud dari demokrasi sesungguhnya.

Namun sebagai sistem, noken juga terdapat kelemahan, salah satunya adalah ketidakmampuan untuk dapat memantau apakah jumlah pemilih atau DPT di dalam satu suku meningkat atau menurun karena perkawinan, kematian, dan mobilitas geografis.

Kelemahan lainnya adalah sistem Noken rawan penggelembungan suara dan indikasi transaksi jual beli suara. Oleh karenanya, hal yang paling penting adalah sistem noken perlu diatur secara tegas dalam undang-undang sebagai penjabaran dari Pasal 18B UUDNRI, sehingga demokratisasi dengan keunikan dan kekhas-an Papua dapat berlangsung dengan baik.

Untuk menegakkan keadilan pemilu serta adanya kepastian hukum, menurut Sali Imaduddin, ST, sistem noken perlu diatur secara tegas dalam undang-undang karena akan sangat bahaya untuk kedaulatan RI. Negara harus meghormati suku yang berbeda beda di Indonesia demi menjaga persatuan Indonesia dan jangan sampai ada keinginan Papua untuk merdeka.

Pelaksanaan sistem noken di Papua telah menarik perhatian semua kalangan, di tataran realita dan yang seharusnya, selayaknya telah menghasilkan rumusan-rumusan terbaik untuk Pemilu/pilkada di Papua dan terkhusus untuk pengawasan pemilu/pilkada di Papua.

Karena Kita adalah Papua dan Papua adalah Kita, Indonesia. Demikian statement ini disampaikan oleh Ardhana Ulfa Azis, selaku pemandu acara dan mengakhiri acara diskusi virtual Cipedak episode ini. (Dwi)