Lompat ke isi utama

Berita

LIKA LIKU PEMILU

LIKA LIKU PEMILU

LIKA LIKU PEMILU
Oleh : Muchtar Taufiq**

Muchtar Taufiq

Pertama ingatanku kembali
Pada pagi yang sepi
Celoteh beo tak terdengar lagi
Mungkin malu karna harga diri

Aku susuri memori kusut
Soal regulasi yang selalu kisut
Hadir terlambat dan berkerut
Membuat penyelenggara ciut

Ini menyoal hak memilih yang gaduh
Membentur tembok apartemen angkuh
Kami terobos dengan kukuh
Hingga jebol dan bersimpuh

Kalibata yg terbata bata
Selalu begitu dari zaman baheula
Berjejer dan menumpuk unit yang rumit
Bikin dahi Pak Kanit mengernyit

Kerumunan massa di Kalibata
Membuat Penyelenggara geleng kepala
Dari bermacam-macam kelas manusia
Manusia tak bernyawa pun ada

Siapa yang bisa
Memecah problema Kalibata
Hanya Penyelenggara yg berdaya
Sang Pengawas maju ke medan laga

Kebuntuan bisa terurai
Akhirnya semua damai
Bukan hanya Pengawas yang aduhai
Andil masyarakat pun bergerak ramai

Saat Kampaye mulai berpendar
Para pemain mulai menjalar
Semua harap terasa pudar
Hingga aturan ambyar
Gegara si regulasi yang ikut berkelakar

Di ujung Kebayoran Lama terjadi tragedi
Jeritan spanduk yg menari-nari
Tak berhenti caci maki
Kami ikut menari dengan gaya Pasutri
Akhirnya disetujui untuk dilucuti
Beras bungkusan di peloksok Kebayoran
Tak mau kalah ayam pun ikut dihidangkan
Dalih aturan yang berantakan
Tanpa kompromi kami tertibkan

Jagakarsa yg perkasa
Wilayah terbanyak suara
Para Kurawa siap memangsa
Hingga tak ada yang tersisa

Di ujung Jagakarsa berbatas Margonda
Para Penyamun cerdik menggoda
Bak Raja yang berkuasa
Tak tersentuh mata Penyelenggara

Lenteng Agung yang menawan
Bertebaran Tabloid Pembawa Pesan
Media-Media berkejaran
Kami hadapi bersamaan
Untuk mendudukan persoalan

Kami lari ke Setiabudi
Menelisik pesona pagi hari
Dua kontestan saling memberi
Kajian kami masuk indikasi

Di Guntur yang Luntur
Pengawas kami melebur
Karena fakta yg amburadul
Ini ulah si semprul
Hati kami hancur lebur

Tebet yg ribet
Spanduk SARA menebar amat ulet
Dari mulai Spanduk “Ber-Akal” tanpa alasan
LGBT isu norma murahan
Hingga Spanduk Tauhid berserakan
Tanpa beban semua kami turunkan
Akal kami untuk kedamaian

Ada duri di Bukit Duri
Saat ibu-ibu mengaji
Tetiba masuk kalender januari
Cegah kami jangan diberi
Bila tak mau masuk jeruji

Pancoran yg merekah
Berseliweran kupon ke mekkah
Rawajati jadi saksi
Ketegasan kami sedang diuji
putusan pengadilan masuk jeruji
Bukan, bukan kami tak ber-empati
Ini soal penegakan regulasi

Hari minggu di Pasar Minggu
Semua orang sedang menjamu
Lagi-lagi ibu-ibu
Diperdaya-i kerudung biru

Bukan kerudung yang salah
Tapi lokasi dan waktu yang tidak tepat
Tugas kami adalah mencegah
Aturan tanpa karat

Mampang Prapatan sunyi senyap
Bermeditasi para Kurawa bersayap
Bukan berarti tidak ada yg menyelinap
Justru senyap menggelembung asap

Pela menjadi saksi keramat
Di mana pencuri takut dijerat
Ditinggalkan bungkusan berisi sandang pangan
Jerih payah pengawas sita banyak kemasan

Di sepanjang Mampang Raya baliho berdiri Kokoh
Bukan sedikit uang yg dirogoh
Dari mulai pesohor sampai tokoh
Kami pastikan baliho roboh

Cilandak yang beranak pinak
Kami tahu banyak kisanak
Tak peduli itu menak
Tak luput kami tindak

Akal bulus di Lebak Bulus
Dengan reses kampaye dibungkus
Menghitung angka tanpa suara
Kalian kira zaman orba
Pengawas bukan badut Penyelenggara

Satpol PP mitra kami yang tanpa lelah
Dari Semanggi sampai Srengseng Sawah
Penuh semangat turunkan APK yg berserakan
Kesetiaanmu begitu mengharukan
Pengabdianmu tak akan pernah terlupakan

Para Kontestan yang tak takut berselingkuh
Para Kontestan yang tak takut dituduh
Para Kontestan yang sudah mengeluh
Para kontestan yang bersikukuh
Pesan kami aturan harus dipegang teguh!

6.453 pasang mata tombak Bawaslu
Membidik tajam di seluruh TPS Jakrata Selatan tanpa ragu
Andai cukong-cukong berani mengganggu
Sudah pasti berurusan dengan Gakkumdu

Tombak-tombak kebanggan kami
Diasah oleh para prajurit sejati
65 Pengawas di Kelurahan se-Jakrta Selatan
Janganlah coba-coba melawan
Sebab mereka orang-orang pilihan

Komandan mereka adalah Pengawas Kecamatan
30 personil untuk seluruh Jakrta Selatan

Meski Tombak, Prajurit dan Komandan di bawah kami sedikit
Ketika berbenturan kepala jelas akan sakit

Kami harus tegar menghadapi lika-liku pemilu
Dengan segala kekurangan yang ada di Bawaslu
Namun hati kami tetap tak kuasa menahan ngilu
Atas apa yang terjadi pada 17 April lalu

Nama almarhum ayah syafe’I dan pak Nafis
Jika teringat itu rasanya kami tak mampu menahan tangis
Andai kami tahu apa yang akan terjadi di masa depan
Tentu saat beliau mendaftar menjadi Pengawas TPS akan kami gugurkan

Biarlah semua kepiluan ini menjadi cambuk bagi kami
Agar bekerja lebih serius lagi
Bahwa apa yang sedang kami emban
Bukanlah sebuah permainan

Mari beralih pada persoalan lain di kepemiluan
Tentang kotak suara kardus yang begitu rentan
Siapa pun tahu Jakrta terhadap banjir itu langganan
Siapa yang akan menjamin jika kotak itu tak hanya kecipratan

Dari soal bahan kardus ini tentu akan memberi ide si politikus
Bahwa bisa saja kotak suara satu kontainer berhasil dicoblos
Sebelum tiba kepada kita yang mengalami tali saudara hampir putus
Itulah orang Betawi menyebut sumbu pendek kompor mledos

Semua kembali ke hati
Hidup mesti hati-hati
Jangan sampai kita rakus
C1 diperjual-belikan tidak bagus

Banyak suara calon yang hilang
Penyelenggara dibikin pusing bukan kepalang
Ramai-ramai Caleg mengadu
“Ini bagaimana urusannya Bawaslu?”

Bawaslu, usia mu masih belia
O, Paras mu menggoda Mpok Lula
Badanmu semakin tegap gempita
Teriakanmu nyaring nan mempesona
Meski sedikit orang tahu keberadaan mu
Namun kau selalu setia pada pendirianmu
Tak peduli cibiran tetangga
Bisikanmu tetap meluluhkan, Mpok Lula

AKu si belia yang dipandang sebelah mata
Aku si belia yang sudah memberikan fakta

Kalian tahu Mpok Lula
Yg semakin hari semakin merona
Karena fakta yang tak terduga
Hingga menjerat hati durjana

Bang Awas kian beranjak dewasa
Dengan Mpok Lula yang selalu di sampingnya
Sudah pasti akan menggetarkan para durjana
Di setiap saat mereka lukai paduka

Awas !!!
Jangan berani kalian menggoda
Apalagi uang perdayai para raja
Jangan sebut kami Pandawa
Jika tidak bisa kami penjara

Bang Awas yang setia pada raja
Mpok Lula yg mempesona nan bersahaja
Akan kah masyarakat ikut serta
Bersama mengawasi kawah candra dimuka
Wahai warga Jakarta,
Kami perkenalkan keluarga besar Bawaslu kota
Ada Bu Aminah Pimpinan rumah tangga
Bu Ardhana Pimpinan pengolah data
Pak Salam Pimpinan penindak durjana
Pak Nandar Pimpinan milenial urusan sengketa
Saya sendiri ‘Muchtar Taufiq’ Ketua Bawaslu kota yang disangka gagah perkasa padahal tidak

Tak luput Pak Afif sebagai pengolah dapur kita dan Bang Haris pembayar nota
Ada juga staf yg beranjak dewasa: Bella Yolanda, Kartini Putri, Tiffani Prasasti
Ningrum Rini Dwi, Bu Helmi, Rochendy Sabri, Fadlil Wafi
Andika Permana, Vito Dixit Putra, Abdul Hayat, Dasep dan Abdilbar
Kami promosikan untuk didekati agar cepat punya tambatan hati

Ada juga staf yang tak boleh digoda: Bu Farida, Dwi Rinatama, Cindy Kartika
Dedes Seruni, Shufiyyah Anwari, Hidayat Fahmi, Yusuf Reza, Ahmad Maulana
Faturrahman, mereka selalu di tunggu di rumah oleh keluaraga
Terimakasih telah luangkan waktu yang berharga

Ah, panajang sekali aku bercerita
Membuat Anda gundah gulana
Jadi teringat secangkir kopi buatan Bu Ida
Rasanya nikmat menggoda
Yang selalu menemani di pagi sepi
Teman setia di saat senja

*Karya Puisi Ketua Bawaslu Kota Adm. Jakarta Selatan.
*Disampaikan pada acara Pengembangan Pengawasan Partisipatif Melalui Sarana Budaya – BAWASLU KOTA JAKARTA SELATAN,
Jakarta, Hotel Ambara, Sabtu. 30 Nopember 2019